***
“Itu siapa? kuk seperti itu…” ucap seorang kakak kelasku di saat ku baru masuk di sekolah baruku kelas 5 SD. Ia berbicara dibelakangku, namun aku mendengarnya. Sungguh sakit hati ini mendengar pertanyaan itu. Namun, hanya diam yang bisa kulakukan selama bertahun-tahun.
Rasa minder, tak percaya diri, malu dan bahkan tak ada guna di dunia aku rasakan jika orang-orang disekitarku membicarakan kekuranganku. Ketika berada di sekolah baruku itu, aku benar-benar merasakan perbedaan yang mencolok. Karena, selama aku berada di kelas 1-4 SD perkataan, pertanyaan itu tidak pernah ku dengar secara langsung. Namun, saat itu berulang kali aku mendengarnya.
Teman… aku masih memiliki teman dekat, walau kadang aku berfikir apa mereka benar-benar temanku. SD kelas 5-6, lalu dilanjutkan dengan SMP selama 3 tahun aku masih bersama mereka – temanku -. Namun, saat itu aku berfikir apa yang aku dapatkan dari sosok mereka. Toh… aku masih merasakan kesendirian selama ini…
“Wa..lihat tugas ya…” satu kalimat yang sering terucap dari mereka. “Wa… aku ada masalah ni… si ‘….’ Orangnya seperti ini atau orang tua aku marahin aku atau bahkan pacar aku mutusin aku…” banyak hal yang mereka katakan padaku, namun ketika aku berkata “teman, aku ada masalah boleh cerita…” jawab mereka “bentar ya Wa… aku ke toilet dulu…” atau “Mel, nanti besok ada tugas ya…?” mengelak dengan berbicara ke teman yang lain.
Kesendirian, perbedaan, dan perasaan yang kurasakan…. Kadang membuat aku marah, kenapa aku dilahirkan dengan perbedaan ini… kenapa aku selalu jadi boneka hanya menjadi pendengar setia saja… apakah mereka tak pernah menyadari bahwa apa yang mereka lakukan benar atau salah. Puncak dari segala puncak yang kurasakan, ketika perbedaan itu kurasakan itu adalah masa-masa itu.
***
Dalam hati aku berjanji untuk merubah diriku. Aku tak ingin selalu menjadi boneka bagi mereka semua. Mungkin kejam kata-kata ini, namun perasaan ini yang benar-benar terjadi padaku saat itu. Perbedaan fisik membuatku masih ragu untuk menjalani perubahan ini, aku masih merasa minder, kesendirian dan saat itu lebih parah aku merasa tidak berguna di dunia ini.
Polidaktili… kata itu yang ku ketahui ketika duduk di bangku kelas 12 IPA 1. Sebuah penyakit keturunan, dimana penderita memiliki jumlah jari lebih dari normalnya baik tangan ataupun kaki, atau bahkan kedua bagian itu. Yap… ini lah yang kualami. Aku seorang polidaktili di bagian jari, jari-jariku berjumlah 12. Hal ini yang membuatku minder, berbeda dari yang lain, serta ‘aneh’. Beruntung saat aku mengenal hal ini aku telah menemukan keluarga yang nyaman. Keluarga? Yap… teman, sahabat, serta keluarga di kelas tercinta ku 12 IPA 1. Mereka adalah sosok teman-teman yang aku rindukan, mereka dapat memahamiu dan tidak pernah mengungkit perbedaan ini. Serta, mereka juga bisa menjadi pendengar bagiku.
Saat itu, aku baru merasakan sebuah arti kehidupan. Tentang arti kebersamaan, kasih sayang yang tulus, menghargai orang lain, dan persahabatan yang indah. Bukan berarti kenanganku di masa SD dan SMP tak indah, namun aku tidak pernah merasakan itu semua di masa tersebut.
***
Walau aku telah menemukan keluarga indah, namun aku masih belum dapat merubah diriku. Rasa minder dan tidak yakin masih ada dalam hati ini. Hingga suatu saat aku menonton sebuah video tentang orang-orang yang memiliki keistimewaan. Di dalam video itu menceritakan tentang mereka yang memiliki keistimewaan dan keberhasilan mereka. Kaki yang lumpuh, mata yang tidak dapat melihat keindahan, mulut yang tak dapat mengeluarkan suara dan sebagainya. Aku terdiam sejenak… apa yang kau harapkan? Sebegitu burukkah diriku? Tidak aku lebih baik dari mereka, namun apa yang sudah aku lakukan… ucapku dalam hati ini, bersama jatuhnya air mata di pipiku.
Sejak saat itu berkomitmen untuk merubah diriku menjadi lebih baik lagi. Ku harus menghilangkan sifat minder, pemalu, tak yakin pada diri sendiri. Namun, ternyata tidak semudah itu sampai detik kelulusan SMA aku masih seperti ini. Keinginan kembali ku buat, saat di perkuliahan aku harus lebih yakin aku mampu.
***
Bersyukur aku kepada Dzat yang Mulia, di bangku perkuliahan ku mendapatkan sebuah pelajaran di salah satu mata kuliah wajib semester pertamaku. Pendidikan Agama Islam, ada sebuah tugas diskusi untuk memahami sebuah arti hidup kita di dunia ini. Yap… 3 pokok pembahasan untuk bahan diskusi dengan judul tujuan, peran, dan fungsi manusia dalam hidup di dunia ini.
Dalam pokok pembahasan pertama teringat sebuah firman Allah SWT
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada –Ku.:”
_Q.S. Adz-Dzariat, 51: 56_
Yap… jelas bahwa aku di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Sang Pencipta, bukan mengharapkan sebuah pujian atau apa pun itu. Saat itu aku mencoba memperbaiki tujuan hidup ku. Halaqah yang dulu sempat aku tinggal di masa SMA, kini aku jalani untuk menjadi salah satu ibadahku pada Allah. Walau awalnya sebuah kewajiban dari mata kuliah PAI, kini ku coba jadikan sebagai kewajibanku pribadi. Bukan karena siapa-siapa, hanya karena Allah SWT.
Aku dapat mempelajari arti hidupku sebenarnya dengan memperdalam pengetahuanku tentang Islam. Ku coba jadikan hidupku semua ini hanya untuk beribadah kepada Allah, dan semoga aku menetapkan niat ku ini selamanya.
***
Rasa minder yang terjadi di masa lalu, ku coba untuk tepis. Aku meyakini, apa yang terjadi padaku saat ini adalah sebuah hal yang terbaik dalam diriku yang diberikan Allah padaku. Beruntung aku kembali mendapatkan sahabat-sahabat yang hampir sama dengan sahabatku di SMA dulu. Ternyata Allah benar-benar sayang padaku, rasa marah, dendam apa yang terjadi saat SD dan SMP ku coba lupakan semua. Mungkin ini cara Allah untuk memberi pelajaran yang berharga dalam hidup ku.
Kini, aku lebih menjalani hidup penuh dengan rasa ikhlas, juga mencoba memahami orang lain. Halaqah, selalu ku jalani dengan bahagia. Ku coba ku serahkan hidup ini hanya untuk beribadah dalam setiap langkah yang ku jalani. Dan ketika semua ku jalani seperti ini, rasa bahagia, dan ketenangan hati ini semakin terasa dalam diriku.
Ternyata benar, ketika kita jalani hidup ini semua karena Allah. Semua akan terasa lebih indah, dan kenyamanan hati ini pun hadir. Serta, aku juga mendapatkan sebuah pelajaran yang berharga. Siapa pun kita, berbeda atau pun tidak dengan orang lain diri kita, semua itu diberikan Allah pasti ada hikmahnya. Dan Allah tidak akan memberikan sesuatu hal kepada kita dibatas kemampuan kita. Allah selalu sayang kepada kita, dan Allah memberikan semua kepada kita. Karena Allah tahu kita mampu menjalaninya, maka kenapa kita harus tak yakin dengan semuanya ini.
Lebih jalani hidup ini untuk Allah, pahami lebih dalam tujuan, peran dan fungsi kita di dunia ini sebagai umat-Nya. Umat Sang Pencipta kita.
Terima kasih Ya Rabb… atas kasih sayang, masalah, bahagia, sedih, kekurangan atau pun kelebihan. Karena itu semua pasti ada hikmah dan pelajaran yang berharga untuk lebih memahami hidup ini.
Selesai Kamis, 14 Oktober 2010
Di mushalah pertanian Universitas Lampung
09.49 WIB
Terima kasih untuk saudariku, mb, sahabat yang selalu menyemangatiku ketika aku sedang futur.
Semoga kita tetap selalu istiqomah dengan apa yang kita pilih saat ini.
Kekurangan bukanlah suatu alasan untuk mundur dalam menjalani hidup ini.
Cerita ini aku buat hanya untuk kembali mengingatkan aku pribadi bahwa Allah selalu sayang sama aku dan kembali mengingatkan pada masa lampau aku.
Terima kasih.
_d!Li_YuMn@_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar