Pertanyaan Cinta

Pertanyaan Cinta 
Pagi ini matahari bersinar dengan indahnya, serta rasa keindahan bulan ramadhan. Namun, sedikit masih teringat kejadian jum’at kemarin. Saat kejadian di jalan terjadi padaku. Kecelakan motor, biasa mau jadi Dani Pedrosa.  Alhamdulillah, semua berjalan masih dengan baik hari ini. Walau sedikit trauma untuk harus kembali melewati jalan itu kembali. “Wa, anter ibu yuk ke pasar… kalau besok minggu pasti ramai…”

“Tapi…???” sedikit ragu, karena pasti harus membawa motor.

“Lewat belakang… jangan lewat tempat kemarin…” akhirnya jadi juga, tapi aku memutuskan tidak ikut ke pasarnya. Aku memutuskan untuk ke warnet, biasa online.

***
Kucoba untuk satu nama:
Ana : moshi-moshi… Halo…
Hanif : hai…
Ana : maaf ya… iseng…
Hanif : nda apa2
Ana : anak mana?
Hanif : jogja. Kamu?
Ana : jauh… lampung. Kuliah or sekolah?
Hanif : kuliah semester 5, kamu sendiri?
Ana : kuliah, baru masuk semester 1. Berarti aku panggil kakak ya…
Hanif : boleh… jurusan apa?
Ana : pertanian. Kakak? Anak ke berapa kak?
Hanif : aku di tehnik. Anak bungsu, kamu?
Ana : aku anak tunggal kak, wah berarti aku bisa jadi adek kakak ya? Kan kakak anak bungsu dan aku anak tunggal…
Hanif : ya boleh… tapi, aku bukan anak bungsu…
Ana : loh…  kan tadi kakak bilang anak bungsu…
Hanif : kan sekarang kamu jadi adek ku… ya to?
Ana : iya deh…


Dari chating itu pun kami mulai berhubungan lewat sms-an, pernah telfon namun lebih sering sms-an. Minggu-minggu awal kami sms-an selalu, karena memang sedang libur kuliah. Banyak hal yang kami ceritakan mulai tentang kuliah, masalah yang pernah dihadapi, maupun pribadi masing-masing baik fisik atau pun sifat. Dia adalah sosok kakak yang aku dambakan selama ini, kakak yang membuat aku nyaman saat cerita atau pun tukar fikiran. Hubungan inilah yang selalu aku pegang, kakak dan adik saja. Walau aku kadang ragu, apakah ini sebuah kesalahan?Namun, aku tak ingin jika harus melupakannya dan kehilangannya dirinya.

Dalam do’aku, “Ya Rabb, Engkau mengetahui apa yang terjadi dalam kehidupanku ini. Aku takut Ya Rabb, jika Engkau marah padaku atas apa yang ku jalani ini. Aku rela, jika memang Engkau tidak meridhoi ini semua hamba ikhlas Engkau menjauhi kami dengan cara-Mu, hamba ikhlas Ya Rabb…” selalu dalam setiap setelah shalatku. Walau aku baru merasakan cinta dari-Nya, namun jujur aku sangat takut.

Beberapa bulan kemudian, kami sibuk dengan ujian akhir semester selama 3 minggu. Aku memutuskan tidak menghubungi beliau selama ujian tersebut. Setelah selesai ujian, aku pun sakit selama hampir 2 minggu. Dan aku memutuskan tidak menghubunginya, benar-benar kami tidak berhubungan. Sempat terfikir, mungkin ini cara Allah untuk menjauhi aku. Dalam do’a ku “Ya Rabb, jika memang ini cara-Mu…hamba ikhlas, karena Engkau tidak meridhoi kami menjalani hubungan ini…” aku memutuskan semuanya dan mencoba melupakannya.

***
Seminggu kemudian ada sebuah sms
Aslkm.pa kbr dek?kulh lancar?
Yap… kak Hanif yang sms, aku balas…
Walkmslm.kak..Alhamdulillah baik, kulh juga lancar.kakak ndiri?
Beberapa menit kemudian…
Alhamdulillah baik,kulh lncr.yo wis jg lain kali d smbung lgi ya..

Itulah komunikasi pertama, setelah hampir 2 bulan tidak berhubungan yang telah aku anggap cara Allah untuk aku melupakannya. Namun tidak, mungkinkah ini jawaban Allah. Bahwa Dia meridhoi semua ini, “Ya Rabb, jika memang ini jawaban-Mu atas semua kebimbnganku… jika, memang Engkau meridhoi hubungan ini. Hanya sebatas kakak adik dan tak lebih hamba akan menjalaninya. Namun, jika memang tidak hamba siap jika harus kehilangan dirinya.”
Hubungan ini pun terus berjalan, walau tidak intensif dulu. Komunikasi hanya sebatas tanya kabar. Walau kadang aku cerita masalah yang sedang ku hadapai kepada beliau.

***
Setahun berlalu dan kami masih berkomunikasi dengan baik, namun saat ku buka facebook membaca statusnya tenang kegundahan dirinya. Aku sempat bertanya dengan kakak…
kenapa statusnya seperti itu kak?ada mslh ya?
Dengan balasannya…
Iya dek.boleh minta saran nda?
Ku balas…
Boleh kak,cerita sj,klau adek bs bantu ya adek bantu..

Beliau pun menceritakan hal sedang terjadi dalam kehidupannya. Beliau sedang merasakan cinta kepada seorang akhwat, beliau tidak mampu untuk meninggalkan akhwat itu. Karena lagi sedang ada masalah keluarga dan akhwat itu hanya nyaman untuk cerita dengan kak Hanif. Namun, kak Hanif mengetahui apa yang beliau lakukan kesalahan. Aku sempat bertanya dengan kak hanif, apa saja yang sudah pernah dilakukan. Beliau pun menceritakannya, ngobrol, makan bareng, dan jalan-jalan berdua. Sempat kaget dalam diriku, kakak berdua dengan seorang wanita? Nah inilah yang beliau sadari sebuah kesalahan.

Ku coba untuk memberikan sebuah jawaban…
Kakak coba sj memutuskan sendiri, kakak harus tegas.jk kakak menganggap semua yang dilakukan kakak salah.kakak sudah paham, jadi harus bisa memutuskannya.adek yakin kakak tahu yang benar.

Beliau hanya mengatakan…
Adek benar,kakak tahu dan harus tegas.trima kasih ya dek…

Ku jawab…
Iya kak,sama-sama…

Cerita yang panjang bersama kakak tentang masalahnya, entah kenapa ada rasa sakit dihati ini. Ketika kakak menceritkan masalah yang beliau alami. Namun, aku mencoba untuk menepis semua itu. “Ya Rabb, jangan biarkan aku terperosok dalam jurang syaitan. Hanya sebagai kakak adik dan tidak lebih dari itu. Jaga hati ini Ya Rabb, aku tak mau ini terjadi padaku… Amin.” Aku menangis dalam do’aku, aku benar-benar merasa takut dengan perasaan ini. Rasa rindu yang kadang datang tiba-tiba membuat aku semakin takut, jika terjadi padaku.

***
Dari kejadian itu, aku tak pernah bertanya sedikit pun tentang persoalan itu. Namun, kakak sendiri yang menceritakan kepadaku. Keputusannya tegas untuk mengakhiri hubungan dengan akhwat tersebut. Setelah kejadian itu, kakak tidak pernah membicarakannya lagi. Kami pun berhubungan hanya sebatas tanya kabar atau mengobrol sebatasnya saja.

Walau jujur kadang aku merasakan kerinduan saat-saat dulu bercanda atau pun aku cerita masalah aku. Namun, saat ini aku tak ingin mengganggu kakak. Karena kakak sedang sibuk untuk mengurus skripsinya. Kami pun jarang komunikasi, kecuali tanya kabar saja dan saling mendo’akan dalam urusan kuliah masing-masing.

***
Kerinduan itu kadang datang tiba-tiba dan aku coba mengelaknya, bukan karena kakak aku merasakan ini. Jawabku dalam hati ini, namun aku juga tak mampu untuk mengelaknya. Mungkinkah ini cinta? Namun, cinta yang mana? “Ya Rabb, aku takut…sungguh aku takut, jika ini membuatku jauh kepada –Mu. Dan Engkau marah kepadaku…”

Kembali ku meminta kepada-Nya dalam malam sunyiku, “Ya Rabb…. Engkau mengetahui apa yang terjadi pada diriku, jika memang Engkau tidak meridhoinya hamba ikhlas. Ya Rabb… hamba takut jika harus terjerumus dalam jeratan syaitan… namun, jujur aku masih ingin bersamanya… walau tanpa bertemu dengan dirinya…. Ya Rabb…aku ingin tetap bersama-Mu….”
 

Ku putuskan tetap berhubungan dengan beliau sebagai menjadi ladang dakwahku. Dengan frekuensi yang lebih sedikit, mungkin ini cara yang terbaik. Ku coba untuk menghapus semua perasaan yang salah dan ku akhiri semuanya. Saat ini, aku kembali menjalani kehidupan dengan segala aktifitas yang lebih bermanfaat. Karena rasa cintaku kepada –Nya lebih besar dan inilah cinta yang abadi untuk diriku. Bantu aku untuk menjaga hati ini.



Ku mulai dengan melihat cerpanku… Ku selesaikan dengan sedikit air mata yang jatuh di pipi ni… Dengan penuh tanya kutuliskan cerita ni… Apa yang harus kulakukan sekarang…??? Sebuah kisah yang masih ku tanyakan…
Selasa, 3 Agustus 2010 pukul 22.33 WIB
Editan Kamis, 5 Agustus 2010 pukul 21.43 WIB
Terima kasih mb Desna… 

By: “DY”

1 komentar:

  1. sebuah kisah yang semoga menjadi pelajaran buat teman-teman yang lain...

    BalasHapus